OLEH : YAZID
ZAIN
KELAS : B
PROGRAM
PASCASARJANA IAI NURUL JADID PAITON PROBOLINGGO
A. PENDAHULUAN
Akibat
dominasi pola kehidupan modern yang materialistik dan egoistik, mengakibatkan
situasi psikologis umat manusia semakin tidak menentu. Karenanya, tidak
mengherankan apabila akhir-akhir ini ditemukan berbagai perilaku yang aneh-aneh
dan nyleneh yang dianggap sebagai gejala patologis bagi kehidupan
modern. Sering kita mendengar istilah gangguan kepribadian, orang
berkepribadian ganda. Terkadang kita sering mendengar orang memberikan label
kepada orang lain bahwa tidak punya kepribadian. Lalu, apa sebenarnya gangguan
kepribadian? Berdasarkan perspektif
psikologi Islam, gangguan kepribadian adalah serangkaian perilaku manusia yang
menyimpang dari fitrah asli yang murni, bersih dan suci, yang telah ditetapkan
oleh Allah SWT sejak zaman azali. Gangguan tersebut dapat menyebabkan rusaknya
jiwa sehingga jiwa menjadi kosong, hati akan mati, walaupun secara fisik
terlihat gagah dan sehat. Individu yang mengalaminya akan mengalami kekosongan
kalbu, gelisah, gersang, dan tidak dapat menikmati kehidupannya.
Dalam konsep
Islam istilah gangguan kepribadian ini sering diidentikkan dengan akhlak
tercela, yaitu perbuatan yang dilarang oleh ajaran agama. Dalam persepektif psikologi Islam sendiri
gangguan kepribadian diartikan sebagai perilaku yang berdosa dan merupakan
penyakit hati yang dapat mengganggu realisasi dan aktualisasi diri seseorang.
Dari pengertian tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa perilaku dikategorikan
sebagai gangguan kepribadian Islam jika berbau dosa, jika tidak maka belum bisa
dikatakan sebagai gangguan kepribadian dalam Islam. Gangguan kepribadian yang
mengarah kepada perilaku buruk sering dikenal dengan istilah psikopatologi. Dalam
konsep psikologi Islam sendiri, psikopatologi
diakibatkan oleh kefitrian qalbu manusia hilang, karena qalbu menjadi pusat
kepribadian manusia. Selain itu, psikopatologi bersumber dari dosa (guilty feeling) dan perilaku
maksiat. Dalam Islam psikopatologi ini
dikenal dengan istilah penyakit hati.
Dalam makalah ini penulis akan membahas pengertian psikopatologi,
sejarahnya dan macam-macam psikopatologi dalam perspektif psikopatologi
kontemporer dan psikopatologi Islam serta implikasinya bagi pendidikan. Diharapkan
dari pembahasan ini kita mendapatkan gambaran yang utuh tentang psikopatologi
dalam berbagai sudut pandang serta mampu mengaplikasikannya dalam dunia
pendidikan.
B. PENGERTIAN PSIKOPATOLOGI
Seperti yang sudah
dijelaskan di atas bahwa psikopatologi adalah gangguan kepribadian. Menurut
Shafii psikopatologi istilah yang mengacu pada baik studi tentang penyakit
mental atau tekanan mental atau manifestasi perilaku dan pengalaman yang
mungkin menunjukkan penyakit mental atau gangguan psikologis. Chaplin juga
menyatakan psikopatologi (psychopathology) adalah cabang psikologi yang
berkepentingan untuk menyelidiki penyakit atau gangguan mental dan
gejala-gejala abnormal lainnya.
Psikopatologi atau sakit mental adalah sakit yang tampak dalam bentuk perilaku
dan fungsi kejiwaan yang tidak stabil. Istilah psikopatologi mengacu pada
sebuah sindroma yang luas, yang meliputi ketidaknormalan kondisi indra,
kognisi, dan emosi.
Sedangkan Alexander Theron
mendefinisikan psikopatologi dengan penyakit jiwa atau gangguan jiwa (mental
disorder)
dimana gangguan jiwa terdiri dari ketidakmampuan berfungsinya seseorang
sebegitu jauh sehingga ia tak dapat mencapai pemuasan yang cukup memadai terhadap
kebutuhan-kebutuhan jasmaniyah dan perasaannya bagi dirinya sendiri dan sebegitu
jauh ia tak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan tingkah laku yang dituntut
oleh masyarakat dimana ia hidup.
Jadi pengertian ini menunjukkan
bahwa manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakatnya tidak mampu
berfungsi baik dalam pemenuhan kebutuhan rohaniyah untuk kehidupan pribadinya
sendiri dan juga untuk kebutuhan lingkungannya. Ketidakmampuan inilah yang
menjadi sumber pokok dari apa yang disebut gangguan jiwanya.
C. SEJARAH PSIKOPATOLOGI
Perkembangan penanganan gaangguan
mental berkembang mulai dari zaman kuno (Yuhani) hingga zaman sekarang
(modern). Terdapat perbedaan penanganan gangguan abnormalitas jiwa, karena
perbedaan paradigma berpikir manusia dari zaman ke zaman.
Mari kita membahas sejarah psikopatologi berikut ini.
1.
Demonology Awal
Demonology merupakan suatu doktrin
yang menyebutkan bahwa perilaku abnormal seseorang disebabkan oleh pengaruh roh
jahat atau kekuatan setan. Masyarakat saat itu meyakini bahwa kekuatan roh atau
setan dapat merasuk ke dalam tubuh seseorang dan mengontrol pikiran serta tubuh
orang tersebut. Demonology ditemukan dalam budaya Cina, Mesir dan
Yunani. Para pemuka agama pada masa itu melakukan suatu upacara untuk
mengeluarkan pengaruh roh jahat dari tubuh seseorang. Mereka menggunakan
nyanyian mantra atau siksaan terhadap objek tertentu, bisa binatang atau
manusia. Metode tersebut dinamakan exorcism
2.
Penjelasan fisiologis awal terhadap
gangguan mental pada masa Roma dan Yunani Kuno.
Abad 5 SM, Hippocrates (Bapak
Kedokteran; penemu ilmu medis modern) memisahkan ilmu medis dari agama, magic
dan takhyul. Ia menolak keyakinan yang berkembang pada masa Yunani itu bahwa
Tuhan (dewa) mengirimkan penyakit fisik dan gangguan mental sebagai bentuk
hukuman. Hippocrates menjelaskan tentang pentingnya otak dalam
mempengaruhi pikiran, perilaku dan emosi manusia. Menurutnya, otak adalah pusat
kesadaran, pusat intelektual dan emosi. Sehingga jika cara berpikir dan
perilaku seseorang menyimpang atau terganggu berarti ada suatu masalah pada
otaknya (otaknya terganggu).
Selain Hippocrates, ada juga dokter
dari Roma yang mencoba memberikan penjelasan naturalistik tentang gangguan
psikotik. Mereka adalah Asclepiades dan Galen. Disamping itu, keduanya
mendukung perlakuan yang lebih manusiawi dan perawatan di rumah sakit bagi para
penderita gangguan mental.
3.
Jaman Kegelapan (The Dark Ages) dan
kembalinya demonology
Kematian Galen (130 – 200 M),
sebagai dokter terakhir pada masa klasik Yunani menandai dimulainya Jaman
Kegelapan bagi dunia medis dan bagi perawatan serta studi tentang perilaku
abnormal. Setelah runtuhnya Roma dan Yunani, peradaban manusia mengalami
kemunduran. Pada Jaman Pertengahan dan Renaissance (400 – 1500 M),
kalangan gereja dan Kristen meluaskan pengaruhnya melalui dunia pendidikan dan
misionaris agama menggantikan budaya klasik kala itu. Termasuk dalam hal
menangani penderita gangguan mental. Saat itu gangguan mental kembali
dihubungkan dengan pengaruh spiritual dan supranatural.
Para pastur menangani penderita
gangguan mental dengan berdoa atau menyentuhnya dengan menggunakan benda-benda
yang dianggap keramat atau juga memberinya ramuan yang harus diminum pada saat
fase bulan mulai mengecil. Sedangkan keluarga penderita percaya dan membawanya
ke pastur karena takut dan mempunyai takhyul bahwa penderita terkena pengaruh setan. Penderita
gangguan mental dianggap sebagai tukang sihir. Mereka dianggap bersekutu dengan
setan dan menentang Tuhan.
Sampai akhir Jaman Pertengahan,
semua penderita gangguan mental dianggap sebagai tukang sihir. Dalam
pengakuannya beberapa dari mereka mengaku mempunyai hubungan dengan setan,
melakukan hubungan seksual dan sering berkumpul dengan kelompok roh atau setan.
Hal itu dalam pandangan abnormal diinterpretasi mungkin para tukang sihir
tersebut mengalami halusinasi atau delusi dan beberapa dari mereka didiagnosis
mempunyai gangguan psikosis.
4.
Pembangunan Asylums selama
Renaissance (Jaman Pencerahan)
Pada abad 15 dan 16, di Eropa mulai
dilakukan pemisahan dengan serius antara penderita gangguan mental dari
kehidupan sosialnya. Disana dibangun suatu tempat penampungan yang disebut Asylums.
Di asylums itu ditampung dan dirawat penderita gangguan mental dan para
gelandangan. Mereka dibiarkan untuk tetap bekerja dan tidak diberi suatu aturan
hidup yang jelas.
5.
Gerakan Reformasi : the insane as
sick
Konsep baru tentang gangguan dan
penyakit mental muncul dalam Revolusi Amerika dan Perancis sebagai bagian dari
proses pencerahan (renaisans) bidang rasionalisme, humanisme dan demokrasi
politik. Orang gila (insane) kemudian dianggap sebagai orang
sakit. Tokoh di Eropa kemudian ikut menyuarakan hal itu. Misalnya Chiarugi
di Italia dan Muller di Jerman menyuarakan tentang treatment rumah sakit
yang lebih humanis. Tetapi perwujudan konsep baru dalam bidang ini dipelopori
oleh Phillipe Pinel (1745 – 1826).
Pinel kemudian memulai pekerjaannya
dari asylums di Paris yang bernama La Bicetre. Pinel merupakan figur
yang mempelopori gerakan treatment yang lebih humanis (manusiawi) terhadap
penderita gangguan mental. Ia membebaskan pasien di La Bicetre dari ikatan rantai
dan pasung kemudian memperlakukannya sebagai seorang yang sakit dan tidak
diperlakukan seperti seekor hewan sebagaimana dilakukan di La Bicetre.
D. MACAM-MACAM PSIKOPATOLOGI
Menurut Atkinson terdapat
enam criteria untuk menentukan kesehatan mental seseorang, yaitu : pertama,
adanya persepsi yang realistic dan efisen dalam mereaksi atau mengevaluasi apa
yang terjadi di dunia sekitarnya; kedua, mengenali diri sendiri, baik berkaitan
dengan kesadaran atau motifnya; ketiga, kemampuan untuk mengendalikan perilaku
secara sadar, seperti menahan perilaku impulsive dan agresif; keempat, memiliki
harga diri dan dirinya dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya; kelima,
kemampuan untuk membentuk ikatan kasih, seperti tidak menuntut berkelebihan
pada orang lain dan dapat memuaskan orang lain bukan hanya memuaskan diri
sendiri; keenam, ada jiwa yang antusias yang mendorong seseorang untuk mencapai
produktivitas.
Asumsi di atas dikenal
dengan asumsi yang optimistic dan mengakui kekuatan jiwa manusia, namun
sifatnya antroposentris yang hanya memfokuskan pada kekuatan manusia, tanpa
mengkaitkan teorinya pada kehendak mutlak Tuhan. Dalam Islam meskipun
menggunakan kerangka asumsi yang ketiga dalam membangun teori psikopatologi,
namun Islam tidak melepaskan diri dari paradigma teosentris. Hakikat jiwa
manusia bukan hanya sehat dan sadar, melainkan juga terbebas dari dosa asal,
dosa waris, dan bertanggung jawab atas penebusannya.
Sebagai Dzat yang baik dan suci, Tuhan tidak memberikan jiwa manusia kecuali
jiwa yang memiliki kecenderungan sehat, baik dan suci. Kesehatan jiwa manusia
tidak sekedar alami dan fitri, melainkan telah diatur sedemikian rupa oleh sang
Kholiq. Dari kerangka ini, kriteria neurosis dan psikosis dalam psikopatologi
Islam bukan hanya disebabkan oleh gangguan saraf atau gangguan kejiwaan alamiah
melainkan juga penyelewengan terhadap aturan-aturan Tuhan. Oleh karena itu,
teori psikopatologi Islam di samping mendasarkan teorinya pada teori-teori
psikologi barat, juga banyak memfokuskan diri pada perilaku spiritual dan
religius.
Mujib membagi psikopatologi dalam dua katagori
pokok,
pertama, bersifat duniawi. Macam-macam psikopatologi dalam
kategori ini berupa gejala-gejala atau penyakit kejiwaan yang telah dirumuskan
dalam psikologi kontemporer; kedua, bersifat ukhrawi, berupa
penyakit akibat penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai moral,
spiritual dan agama. Maka berdasar pembagian katagori ini kita akan melihat
psikopatologi dalam dua perspektif yakni aspek pengetahuan dan aspek agama.
1. Psikopatologi yang bersifat duniawi
Jenis-jenis penyakit kejiwaan (mental disorders atau
mental illness) menurut penyelidikan Freud
dipandang bersumber pada lapisan jiwa tak sadar (Das Es) yang disebut “kompleks
terdesak”. Kompleks adalah nafsu atau emosi yang berlebih-lebihan untuk
memperoleh atau menghindari objek. Kompleks terdesak atau tertekan berarti
segala aspek nafsu/keinginan atau perasaan yang ditekan terus-menerus oleh
kesadaran Aku (Das Ueber Ich), karena pemunculannya dianggap tidak
sesuai dengan norma-norma hidup baik kultural, agama ataupun norma sosial,
sehingga nafsu/emosi yang demikian tidak diberi kesempatan muncul ke ruang
sadar manusia.
Akan tetapi kompleks terdesak tersebut meskipun
dihambat dan ditekan oleh kesadaran “Akunya” pada waktu-waktu tertentu
dapat muncul tanpa disadari dalam bentuk tingkah laku yang berbagai macam yaitu:
a. Perbuatan yang salah tanpa disadari, misalnya salah
tulis, salah baca, salah ucap, salah letak, salah mengerjakan tugas. Kesemuanya
itu merupakan bentuk pemunculan nafsu/emosi tertekan yang makin bertumpuk dalam
jiwa tak sadar manusia yang mengandung latar belakang peristiwa masa lalu.
b. Mimpi juga mempunyai arti khusus bagi manusia yang
memiliki kompleks terdesak. Menurut Freud mimpi merupakan gambar/simbol dari
keinginan yang terpendam dan tak terpenuhi, dan dengan melalui analisa mimpi
orang dapat menemukan problema hidup orang lain: misalnya orang yang sangat
menginginkan mempersunting gadis rupawan dari kalangan tinggi, padahal ia
sendiri tergolong orang yang tidak sederajat/sekufu dengan status
sosial-ekonomi keluarga gadis tersebut, maka nafsu keinginan tersebut mengendap
ke dalam ruang lapisan jiwa tak sadar, masuk ke dalam kompleks terdesak yang
muncul dan menyatakan diri dalam bentuk impian-impian di waktu tidur. Bentuk
impiannya bisa perkawinan dengan gadis idamannya dengan upacara yang sangat
indah atau pertemuan romantis di tempat yang indah.
c. Penyakit syaraf, dimana masing-masing orang
berbeda-beda intensitasnya, tergantung pada ketahanan dan keseimbangan mekanisme
sistem syarafnya dalam menanggapi nafsu/ keinginan atau emosi yang bergejolak
dalam dirinya. Makin lemah sistem syaraf seseorang, makin mudah memperoleh chance
terhadap penyakit syaraf. Sedangkan sistem syaraf tersebut merupakan hal yang native
(pembawaan).
Penyakit syaraf tersebut disebut Psychosis
bilamana telah menjurus pada penyakit jiwa yang berat, sedangkan bila masih
dalam taraf yang ringan disebut Psyconeurosis atau Neorosis.
Yang tergolong psychosis (penyakit jiwa
berat) diantaranya:
1) Schizophrenia adalah penyakit jiwa yang diderita oleh orang yang
terpecah kepribadiannya. Orang yang menderita penyakit ini seolah-olah mati
jiwanya; tidak mampu menanggapi segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar;
dirinya terpisah dari dunia nyata. Hidup jiwanya kosong dari norma-norma sosial
dan kebudayaan. Menurut Kretchmer
gejala schizophrenia bisa juga terdapat pada orang normal meskipun
gejalanya tampak samar dan akan tampak lebih jelas pada orang yang
abnormal. Bagi orang normal gejala schizophrenia disamakan dengan
temprament schizothyme. Adapun tanda-tanda orang bertemprament schizothyme
tersebut ialah tidak suka bergaul; suka melamun dan dirinya penuh rahasia;
selalu merasa tidak puas dengan keadaan dirinya; keras dan fanatik; selalu
timbul perasaan konflik dengan keadaan sekitar dan sebagainya. Misalnya:
Hitler, Calvijn, Stalin, Mao Tche Tung, Benitto Mussolini dan sebagainya. Arti
kata schizothyme adalah jiwa yang terpecah.
2) Manis-dipressif adalah orang yang jiwanya tidak stabil,
kadang-kadang aktif dan kadang-kadang pasif. (depressif: tertekan). Bagi orang
yang sehat disamakan dengan cyclothyme (jiwa yang utuh). Cyclothyme
menampakkan gejala antara lain, dapat bergaul dengan rapat, berwatak
gembira, terbuka hati kepada orang lain, mudah menyesuaikan diri dan suka
berterus terang, tidak suka menyimpan rahasia, banyak ilmu tapi tidak mendalam
dan sebagainya. Barangkali dapat disamakan dengan tipe orang yang extravert
menurut C.G. Jung. Contoh orang yang demikian adalah Martin Luther, para
organisator ulung, para realist dan sebagainya.
3) Paranoid, yaitu penyakit jiwa yang menampakkan gejalanya antara
lain merasa bahwa semua yang berada di lingkungan sekitarnya seolah-olah
memusuhi dirinya.
Adapun macam-macam neurosis (penyakit jiwa ringan)
yang dapat diterangkan sebagai berikut:
1) Psychasthenia yaitu suatu gangguan jiwa dimana gejala-gejalanya
antara lain energinya lenyap meskipun kadang-kadang kekuatan jasmaniyahnya
besar. Bentuk penyakit ini muncul dalam berbagai macam, yakni:
a) Phobia; yaitu takut berbuat sesuatu tanpa alasan,
misalnya: claustrophobia (takut ke kamar kecil), achlophobia (takut
berada di keramaian), acrophobia (takut di tempat tinggi).
b) Tak dapat mengontrol diri, misalnya: pyromania (terus
menerus membakar sesuatu), dipsomania (terus menerus minum), obsessi
(terus menerus terpaku memikirkan sesuatu objek), abulia (tak mampu
melakukan pemilihan) dan sebagainya.
c) Histeria, yaitu hilang tenaga dan semangat,
misalnya: amnesia (ingatan hilang), anaesthesia (hilang
perasaan), algesia (perasaan berlebih-lebihan), anorexia (lenyap
nafsu makan), tremors (gemetaran), tics (gerakan badaniyah yang
otomatis tak dapat dikendalikan), dan sebagainya.
2) Neurasthenia, adalah penyakit syaraf yang tergolong masih dalam
stadium permulaan, sehingga masih mungkin disembuhkan melalui counseling
therapis. Jenis penyakit ini menampakkan gejala-gejala antara lain tenaga
berkurang dan menjelma dalam bentuk
gangguan jiwa yang disebut insomania (susah tidur), kehilangan
inisiatif, menjadi pemalas, mudah tersinggung perasaannya, merasa lelah
terus-menerus, tidak dapat mengkonsentrasikan daya pikirnya, kecerdasannya
makin mengurang, dan sebagainya.
Menurut Freud, sumber penyakit jiwa tersebut adalah
terletak pada dorongan nafsu atau motive libido (nafsu birahi) yang
ditekan ke bawah sadar.
2. Psikopatologi yang bersifat ukhrawi
Yang dimaksud dengan psikopatologi yang bersifat
ukhrawi dalam konteks ini adalah psikopatologi (gangguan mental) yang
disebabkan oleh faktor-faktor spiritual dan agama.
Misalnya kecemasan dan keresahan yang terus menerus akibat perbuatan dosa dan
maksiat, seperti keresahan orang-orang yang melahirkan anak dari hasil
perzinaan. Psikopatologi yang merusak sistem kehidupan spiritualitas dan
keagamaan seseorang oleh Al-Ghazali disebut dengan al-akhlaq al-khabitsah. Dalam
Ihya’ Ulumuddin ia berkata:
اَلاَخْلاقُ
اَلْخَبِيْثَةُأَمْرَاضُ اَلْقُلُوْبِ وَاَسْقَامُ اَلْنُفُوْسِ
”Akhlak yang buruk
merupakan penyakit hati dan penyakit jiwa”
Ar-Razi juga menyatakan dalam al-Thibb
al-Ruhaniyah
salah satu bentuk psikopatologi adalah perilaku (akhlak) tercela sedangkan
psikoterapinya adalah perilaku yang terpuji. Akhlak tercela dianggap sebagai
psikopatologi, sebab hal itu mengakibatkan dosa (al-itsm) baik dosa
vertikal maupun dosa horizontal atau sosial. Dosa adalah kondisi emosi
seseorang yang dirasa tidak tenang setelah ia melakukan suatu perbuatan (baik
perbuatan lahirian atau batiniyah) dan merasa tidak enak jika perbuatannya itu
diketahui oleh orang lain. Perbuatan dosa biasanya dilakukan secara
sembunyi-sembunyi, sebab jika diketahui oleh orang lain maka dapat menurunkan
harga dirinya. Karena itu tidak mengherankan apabila pelaku dosa hidupnya
selalu sedih, resah, bimbang, gelisah dan dihantui oleh perbuatan dosanya.
Emosi negatif ini apabila terus menerus dialami oleh individu maka acapkali
mendatangkan psikopatologi. Sabda Rasulullah saw. :
اَلاِْثْمُ مَا حَاكَ فِيْ صَدْ رِكَ وَكَرِهْتَ اَنْ
يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسِ {رواه مسلم واحمد}
“Dosa adalah apa yang dapat membimbangkan hatimu dan engkau
merasa benci apabila perbuatan itu diketahui oleh orang lain”. (HR. Muslim dan Ahmad)
Pada dasarnya psikopatologi
(gangguan kepribadian) dalam Islam banyak sekali tokoh yang mencoba
mengklasifikasikannya. Menurut Al-Qur’an dan Al-Sunnah, jenis psikopatologi
dibagi menjadi tiga bagian utama. Pertama, gangguan kepribadian yang
berhubungan dengan akidah atau dengan Tuhan, seperti menyekutukan Allah
(syirik), mengingkari, berbuat dosa, bermuka dua, pamer, dan menuruti bisikan
syetan. Kedua, gangguan kepribadian yang berhubungan dengan kemanusiaan seperti
iri hati, dengki, buruk sangka, marah, benci, penakut, pelit, menipu,
mengolok-olok, menyakiti, memfitnah, menceritakan keburukan orang lain, rakus,
adu domba, putus asa, menganiaya, boros dan materialism. Ketiga, gangguan
kepribadian yang berkaitan dengan pemanfaatan alam semesta sebagai realisasi
tugas-tugas kekhilafan seperti membuat kerusakan.
Maka berdasarkan hal tersebut, Mujib
membagi psikopatologi
(gangguan mental) yang disebabkan oleh faktor-faktor spiritual dan agama
menjadi enambelas bentuk, yaitu sebagai berikut:
a.
Syirik; secara psikopatologis adalah kepercayaan,
sikap dan perilaku mendua terhadap masalah yang fundamental dalam kehidupan
manusia. Gejalanya penderita meyakini Allah sebagai tuhannya tapi amal
perbuatannya diorientasikan bukan untuk-Nya melainkan untuk sesuatu yang
sifatnya temporer dan nisbi seperti kepada roh halus. Penyakit syirik yang
menyerang orang mukmin tergolong psikopatologi sebab pelakunya tidak mampu
mengintegrasikan kepribadiannya dengan baik. Seseorang yang menghambakan diri
pada sesuatu selain Allah berarti ia menerima perbudakan, membelenggu diri dan
mengekang kebebasannya. Perilaku syirik ada yang teraktual dalam bentuk ucapan,
pikiran dan perbuatan. Hampir semua bentuk psikopatologis dalam perspektif
Islam bermuara pada syirik karena ia menjadi sumber penganiayaan (zhulm)
diri yang berat (QS. Lukman: 13), sumber rasa takut (QS. Ali Imran: 151),
sumber dari segala kesesatan dan dosa yang tak terampuni, padahal dosa
merupakan sumber konflik batin (QS. An-Nisa’: 48, 116) tidak memilki peenolong
dalam menyelesaikan sesuatu (QS. Al-Maidah: 72), seburuk-buruk makhluk (QS.
Al-Bayyinah: 6), dimurkai dan dikutuk Tuhan (QS. Al- Fath: 6) semua aktifitas
baiknya tidak dianggap (QS. Az-Zumar: 65).
b.
Kufur; mengingkari terhadap sesuatu yang sebenarnya.
Apabila menjangkiti orang mukmin, seperti kufur nikmat, maka tergolong
psikopatologi sebab pelakunya tidak tahu diri, tidak sadar diri, dan tidak tahu
berterimakasih.
c.
Bermuka dua (nifaq). Nifaq adalah menampakkan
sesuatu yang dipandang baik oleh orang lain, padahal di dalam hatinya tersembunyi
keburukan, kebusukan dan kebobrokan. Apa yang ditampakkan tidak sama dengan
qalbunya. Nifaq merupakan karakter orang munafik yang tergolong psikopatologi.
Penderitanya tidak mampu menghadapi kenyataan yang sebenarnya, sehingga dia
berdusta jika berbicara, ingkar jika berjanji dan khianat bila dipercaya.
d.
Riya’; yaitu melakukan suatu perbuatan karena pamrih,
pamer atau cari muka pada orang lain. Seseorang yang melakukan riya’ berarti
tidak mampu merealisasikan dirinya dengan baik. Riya’ termasuk psikopatologis
karena pelakunya berbuat sesuatu hanya untuk mencari muka tanpa memperhitungkan
produktifitas dan kualitas amaliahnya. Secara spiritual juga disebut penyakit
sebab pelakunya telah menyalahi perjanjian ketuhanan di alam arwah, untuk
beribadah kepada-Nya.
e.
Marah; gadab (marah) menunjukkan tingkat kelabilan
kejiwaan seseorang karena ia tidak mampu mengendalikan amarahnya. Yang dimaksud
di sini adalah ketika kemarahan berkobar tak terkendali maka kesadaran nurani
terhalangi yang kemudian mendatangkan sakit hati yang berat.
f.
Lupa (gaflah atau nisyan); yang dimaksud di sini
adalah kelupaan yang disengaja terhadap suatu keyakinan, nilai-nilai hidup yang
mendasar dan pandangan hidupnya yang mengakibatkan segala tindakannya menjadi
tidak teratur, merugikan dan dapat menjerumuskan ke dalam kehancuran. Seperti:
lupa mengingat Allah karena dirinya dikuasai setan, melupakan ayat-ayat Allah
setelah dirinya beriman dan lupa karena mengikuti hawa nafsu.
g.
Waswas (mengikuti bisikan setan) waswas merupakan
bisikan halus dari setan yang mengajak seseorang untuk berbuat maksiat dan dosa
yang dapat merusak citra diri dan harga dirinya. Mengikuti waswas sama artinya
dengan melanggar fitrah asli manusia yang suci dan baik, sebab waswas
berorentasi pada fitrah asal setan yang sesat. Karena itu mengikuti bisikan
setan tergolong psikopatologi bagi manusia.
h.
Putus asa atau putus harapan; hilangnya gairah,
semangat, sinergi dan motivasi hidup setelah seseorang tidak berhasil menggapai
sesuatu. Putus asa dianggap psikopatologi karena ia menafikan potensi hakiki
manusiawi, tidak percaya takdir Allah dan putus asa terhadap rahmat dan
karunia-Nya.
i.
Rakus (thama’); rakus adalah penyakit jiwa yang selalu
merasa kurang terhadap apa yang dimiliki meskipun apa yang dimiliki lebih dari
cukup. Orang rakus dikatakan berpenyakit karena tak menguasai diri, bahkan
kebebasan hidup karena dikendalikan hawa nafsunya.
j.
Ghurur (tertipu); percaya atau meyakini sesuatu yang
tidak hakiki dan tidak substantif. Ghurur berjangkit pada jiwa manusia antara
lain disebabkan oleh keingkaran kepada pertolongan Allah yang Maha Pemurah dan
tipu daya kesenangan dunia yang sementara padahal kesenangan yang hakiki hanya
milik Allah di akhirat kelak.
k.
Membanggakan diri (ujub) dan sombong (takabbur).
Sombong dianggap penyakit sebab pelakunya tak menyadari akan kekurangannya dan
memaksa diri memaksa harga diri yang tinggi. Hidupnya tak akan tenang karena ia
tak akan rela orang lain memiliki kelebihan, sedang ia sendiri tak berusaha
meningkatkan kualitas dirinya.
l.
Iri hati dan dengki; termasuk penyakit mental yang
berat sebab pelakunya senantiasa menanggung beban psikologis yang kompleks
seperti kebencian, amarah, buruk sangka, pelit dan menghinakan orang lain serta
sempit dalam berpikir dan bertindak sehingga ia sulit mengaktualisasikan
potensi positifnya dan akan terisolir dari lingkungannya.
m.
Menceritakan keburukan orang lain (ghibah) dan mengadu
domba (namimah); ghibah dianggap sebagai
penyakit sebab penderitanya tidak sanggup mengadakan penyesuaian diri dengan
lingkungan sosialnya. Ia sibuk menyebut keburukan orang lain, padahal dirinya
memiliki keburukan yang tak jauh beda dengannya, bahkan mungkin lebih buruk
lagi.
n.
Cinta dunia, pelit dan berlebih-lebihan atau
menghambur-hamburkan harta. Cinta dunia maksudnya menjadikan dunia dan isinya
sebagai tujuan akhir hidup dan bukan sebagai sarana hidup. Cinta semacam itu
tergolong psikopatologi sebab penderitanya tidak sadar akan tujuan hidup yang
hakiki. Ciri-ciri penyakit ini adalah penderitanya memiliki sikap dan perilaku
materialisme, hedonisme dan egoisme.
o.
Memiliki keinginan yang tak mungkin terjadi (tamanni);
dianggap psikopatologi sebab penderitanya tenggelam dalam dunia khayalan yang
tidak realistik. Ia berkeinginan besar memiliki sesuatu namun tidak dibarengi
dengan aktifitas nyata sehingga hidupnya tidak kreatif & produktif. Akibat
dari gejala tamanni ini maka penderitanya tak segan-segan mengambil jalan
pintas, seperti: memperdalam angan-angannya dengan mengkonsumsi zat adiktif,
mencuri, merampok dan korupsi.
p.
Picik dan penakut (al-jubn). Picik atau penakut
adalah sikap atau perilaku yang tidak berani menghadapi kenyataan yang
sesungguhnya. Ciri-ciri penderitanya ialah, apabila ia dihadapkan pada suatu
masalah, maka ia berpikir dampak negatifnya terlebih dahulu, tanpa sedikitpun
mempertimbangkan tingkat kemaslahatannya. Karenanya ia tidak berani bertindak
yang seharusnya ia lakukan. Kepicikan seseorang biasanya disebabkan oleh keimanan
yang lemah, seperti sikap orang-orang munafik yang tak berani berperang di
jalan Allah karena takut mati, tidak mengeluarkan zakat karena takut miskin dan
sebagainya.
E. CIRI-CIRI PSIKOPAT
Psikopat secara harfiah berarti sakit jiwa.
Psikopat berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti
penyakit. Pengidapnya juga sering disebut sebagai sosiopat karena perilakunya
yang antisosial dan merugikan orang-orang terdekatnya. Psikopat tak sama dengan
gila (skizofrenia/psikosis) karena seorang psikopat sadar sepenuhnya atas
perbuatannya. Gejalanya sendiri sering disebut dengan psikopati, pengidapnya
seringkali disebut orang gila tanpa gangguan mental. Menurut penelitian sekitar
1% dari total populasi dunia mengidap psikopati. Pengidap ini sulit dideteksi
karena sebanyak 80% lebih banyak yang berkeliaran daripada yang mendekam di
penjara atau di rumah sakit jiwa, pengidapnya juga sukar disembuhkan.
Seorang ahli psikopati dunia yang menjadi guru
besar di Universitas British Columbia, Vancouver, Kanada bernama Robert D. Hare
telah melakukan penelitian psikopat sekitar 25 tahun. Ia berpendapat bahwa seorang
psikopat selalu membuat kamuflase yang rumit, memutar balik fakta, menebar
fitnah, dan kebohongan untuk mendapatkan kepuasan dan keuntungan dirinya
sendiri. Dalam kasus kriminal,
psikopat dikenali sebagai pembunuh, pemerkosa, dan koruptor. Namun, ini hanyalah
15-20 persen dari total psikopat. Selebihnya adalah pribadi yang berpenampilan
sempurna, pandai bertutur kata, mempesona, mempunyai daya tarik luar biasa dan
menyenangkan.
Psikopat memiliki 20 ciri-ciri umum. Namun
ciri-ciri ini diharapkan tidak membuat orang-orang mudah mengecap seseorang
psikopat karena diagnosis gejala ini membutuhkan pelatihan ketat dan hak
menggunakan pedoman penilaian formal, lagipula dibutuhkan wawancara mendalam
dan pengamatan-pengamatan lainnya. Mengecap seseorang dengan psikopat dengan
sembarangan beresiko buruk, dan setidaknya membuat nama seseorang itu menjadi
jelek. Adapun ciri-ciri psikopat
secara umum adalah sebagai berikut:
1.
Sering berbohong,fasih dan dangkal. Psikopat sering pandai melucu dan
pintar bicara, secara khas berusaha tampil dengan pengetahuan di bidang
sosiologi, psikiatri, kedokteran, psikologi, filsafat, puisi, sastra, dan
lain-lain. Sering kali pandai mengarang cerita yang membuatnya positif, dan
bila ketahuan berbohong mereka tak peduli dan akan menutupinya.
2.
Egosentris dan menganggap dirinya hebat.
3.
Tidak punya rasa sesal dan rasa bersalah. Meski kadang psikopat mengakui
perbuatannya namun ia sangat meremehkan atau menyangkal akibat tindakannya dan
tidak memiliki alasan untuk peduli.
4.
Senang melakukan pelanggaran dan bermasalah perilaku di masa kecil.
5.
Sikap acuh tak acuh terhadap masyarakat dan sikap antisosial di usia
dewasa.
6.
Kurang empati. Bagi psikopat memotong kepala ayam dan memotong kepala
orang, tidak ada bedanya.
7.
Psikopat juga teguh dalam bertindak agresif, menantang nyali dan
perkelahian, jam tidur larut dan sering keluar rumah.
8.
Impulsif dan sulit mengendalikan diri. Untuk psikopat tidak ada waktu
untuk menimbang baik-buruknya tindakan yang akan mereka lakukan dan mereka
tidak peduli pada apa yang telah diperbuatnya atau memikirkan tentang masa
depan. Pengidap juga mudah terpicu amarahnya akan hal-hal kecil, mudah bereaksi
terhadap kekecewaan, kegagalan, kritik, dan mudah menyerang orang hanya karena
hal sepele.
9.
Tidak mampu bertanggung jawab dan melakukan hal-hal demi kesenangan
belaka.
10.
Manipulatif dan curang. Psikopat juga sering menunjukkan emosi dramatis
walaupun sebenarnya mereka tidak sungguh-sungguh. Mereka juga tidak memiliki
respon fisiologis yang secara normal diasosiasikan dengan rasa takut seperti
tangan berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, tegang, gemetar -- bagi
psikopat hal ini tidak berlaku. Karena itu psikopat seringkali disebut dengan
istilah "dingin".
11.
Hidup sebagai parasit karena memanfaatkan orang lain untuk kesenangan
dan kepuasan dirinya.
12.
Sering pusing dan mual mual setiap 1 jam sekali akibat kebanyakan
mengkonsumsi daging mentah.
13.
Mata sering berkunang kunang ketika selesai mengeksekusi korbannya.
14.
Orang yang mengidap Typonisme juga bisa dikategorikan sebagai Psikopat.
F. IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
Dengan memperhatikan tentang gejala penyakit
kejiwaan sebagaimana telah dibahas di muka, yang mungkin saja menimpa anak
didik kita, maka kita sebagai pendidik harus mengantisipasinya dengan
langkah-langkah berikut:
1. Memperhatikan dengan seksama kelainan-kelainan yang
diderita anak didik baik di dalam kelas, saat bergaul dan saat merespons setiap
tugas-tugas yang diberikan.
2. Mengidentifikasi segenap kelainan-kelainan yang ada
3. Mengadakan pendekatan pada penderita, memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencurahkan segenap keluhan dengan bebas
agar kita bisa mengungkap masalah yang dialaminya dengan tepat.
4. Berusaha memberikan sugesti, motivasi dan bimbingan
yang dapat meneguhkan keimanan dan keyakinannya kepada Allah dengan nilai-nilai
agama; bahwa masalah dan problema hidup yang diderita bukanlah masalah serius
dan dapat diatasi.
5. Tunjukkan kepada penderita sumber apa yang menjadi
masalahnya, bagaimana hubungan satu problema dengan problema yang lain yang
merupakan rangkaian sebab akibat, dan tunjukkanlah pemecahan praktis terhadap
problema itu.
6. Bilamana benar-benar diyakini bahwa gangguan mental
padanya tidak mungkin dapat disembuhkan dengan segala bimbingan konseling yang
ada, maka segeralah penderita dianjurkan untuk berkonsultasi dengan psikiater
(dokter jiwa) agar mendapat tindakan yang tepat.
7. Jalin kerjasama dengan orangtua anak didik, agar
mereka juga menaruh perhatian dan dapat memberi perlakuan yang tepat dan
positif demi kesuksesan pendidikan anak-anaknya,
G. KESIMPULAN
Dari pembahasan psikopatologi di atas, maka pada
akhirnya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Psikopatologi adalah istilah yang mengacu pada baik
studi tentang penyakit mental atau tekanan mental atau manifestasi perilaku dan
pengalaman yang mungkin menunjukkan penyakit mental atau gangguan psikologis.
2. Dalam sejarah perkembangannya psikopatologi sebagai
sebuah studi tentang penyakit mental mengalami beberapa fase perkembangan; dari
fase awal yang cenderung bersifat primitif dan bercampur dengan keyakinan
mistik dan takhayul sampai ke tahap pengetahuan yang bersifat sistematis dan
modern.
3. Secara garis besar, psikopatologi dapat dibagi ke
dalam dua katagori: pertama, psikopatologi yang bersifat duniawi
dengan menggunakan pendekatan yang telah dirumuskan psikopatologi kontemporer
yang memandang bahwa penyebab segala penyakit jiwa adalah dorongan nafsu atau motive
libido (nafsu birahi) yang ditekan ke bawah sadar; dan kedua, psikopatologi
yang bersifat ukhrawi dengan menggunakan pendekatan nilai-nilai moral
spiritual dan agama dimana psikopatologi ukhrawi memandang bahwa penyebab
segala penyakit jiwa adalah dosa.
4. Bahwa pengetahuan psikopatologi yang mendalam dapat
menjadi bekal yang positif bagi kita sebagai pendidik dan orangtua untuk
mendukung kesuksesan pendidikan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Faruqi, Ismail Raji, Tauhid,
terj. Rahmami Astuti, Bandung : Pustaka,1988
Al-Ghazali, Abu Hamid
Muhammad, Ihya Ulum al-Din, Beirut: Dar al-Fikr, 1991
Al-Razi, Abu Bakar
Muhammad ibn Zakariya, Pengobatan Rohani terjemah Nasrullah & Dedi
Muh. Hilman, judul asli “al-Thibb al-Ruhaniyah”, Bandung: Mizan, 1995
Arifin , H.M., Pokok-Pokok
Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Di Sekolah dan Di Luar Sekolah),
Jakarta: Bulan Bintang, 1979
Atkinson, Rita L. dkk.,Pengantar
Psikologi, terj. Widjaja Kusuma, judul asli “Introduction to Psychology”,
Batam : Interaksara, tt.
Badri, Malik B., Dilema
Psikolog Muslim, Jakarta: Gune Aksara, 1989
Chaplin, J.P., Kamus Lengkap
Psikologi, terj. Kartini Kartono, judul asli “Dictionary of Psychology”,Jakarta:Rajawali
Pers,1999
Freud, Sigmund, A
General Introduction to Psycoanalysis, New York: Garden City Book, 1952
Jung, Carl Gustav, Modern
man in Search of a Soul, New York: Harcourt Brace & World Inc., 1963
Majalah Gatra, Orang
Gila Tanpa Gangguan Mental, dalam Laporan Utama (Edisi Februari 2006)
---------------------,
Bagaimana Menghadapi Psikopat (Edisi Februari 2006)
Mujib, Abdul dan Jusuf
Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islami, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002
Theron, Alexander,
Psychotherapy in Our Society, New Jersey: Prentice Hall Inc., Englewood
Cliffs, 1963
-------------------, 10
Ciri Pria Psikopat, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002