Pak Yazid Sedang Uji Coba

This is default featured slide 1 title

NYOBA BELAJAR BLOGGER BERSAMA YAZID ZAIN.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 15 Juni 2012

PSIKOPATOLOGI DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN




OLEH : YAZID ZAIN
KELAS : B
PROGRAM PASCASARJANA IAI NURUL JADID PAITON PROBOLINGGO


A.    PENDAHULUAN
Akibat dominasi pola kehidupan modern yang materialistik dan egoistik, mengakibatkan situasi psikologis umat manusia semakin tidak menentu. Karenanya, tidak mengherankan apabila akhir-akhir ini ditemukan berbagai perilaku yang aneh-aneh dan nyleneh yang dianggap sebagai gejala patologis bagi kehidupan modern. Sering kita mendengar istilah gangguan kepribadian, orang berkepribadian ganda. Terkadang kita sering mendengar orang memberikan label kepada orang lain bahwa tidak punya kepribadian. Lalu, apa sebenarnya gangguan kepribadian?  Berdasarkan perspektif psikologi Islam, gangguan kepribadian adalah serangkaian perilaku manusia yang menyimpang dari fitrah asli yang murni, bersih dan suci, yang telah ditetapkan oleh Allah SWT sejak zaman azali. Gangguan tersebut dapat menyebabkan rusaknya jiwa sehingga jiwa menjadi kosong, hati akan mati, walaupun secara fisik terlihat gagah dan sehat. Individu yang mengalaminya akan mengalami kekosongan kalbu, gelisah, gersang, dan tidak dapat menikmati kehidupannya.
Dalam konsep Islam istilah gangguan kepribadian ini sering diidentikkan dengan akhlak tercela, yaitu perbuatan yang dilarang oleh ajaran agama.[1]  Dalam persepektif psikologi Islam sendiri gangguan kepribadian diartikan sebagai perilaku yang berdosa dan merupakan penyakit hati yang dapat mengganggu realisasi dan aktualisasi diri seseorang.[2] Dari pengertian tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa perilaku dikategorikan sebagai gangguan kepribadian Islam jika berbau dosa, jika tidak maka belum bisa dikatakan sebagai gangguan kepribadian dalam Islam. Gangguan kepribadian yang mengarah kepada perilaku buruk sering dikenal dengan istilah psikopatologi. Dalam konsep psikologi Islam sendiri, psikopatologi diakibatkan oleh kefitrian qalbu manusia hilang, karena qalbu menjadi pusat kepribadian manusia. Selain itu, psikopatologi bersumber dari dosa (guilty feeling) dan perilaku maksiat.  Dalam Islam psikopatologi ini dikenal dengan istilah penyakit hati.
Dalam makalah ini penulis akan membahas pengertian psikopatologi, sejarahnya dan macam-macam psikopatologi dalam perspektif psikopatologi kontemporer dan psikopatologi Islam serta implikasinya bagi pendidikan. Diharapkan dari pembahasan ini kita mendapatkan gambaran yang utuh tentang psikopatologi dalam berbagai sudut pandang serta mampu mengaplikasikannya dalam dunia pendidikan.
B.     PENGERTIAN PSIKOPATOLOGI
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa psikopatologi adalah gangguan kepribadian. Menurut Shafii psikopatologi istilah yang mengacu pada baik studi tentang penyakit mental atau tekanan mental atau manifestasi perilaku dan pengalaman yang mungkin menunjukkan penyakit mental atau gangguan psikologis.[3] Chaplin juga menyatakan psikopatologi (psychopathology) adalah cabang psikologi yang berkepentingan untuk menyelidiki penyakit atau gangguan mental dan gejala-gejala abnormal lainnya.[4] Psikopatologi atau sakit mental adalah sakit yang tampak dalam bentuk perilaku dan fungsi kejiwaan yang tidak stabil. Istilah psikopatologi mengacu pada sebuah sindroma yang luas, yang meliputi ketidaknormalan kondisi indra, kognisi, dan emosi.[5]
Sedangkan Alexander Theron mendefinisikan psikopatologi dengan penyakit jiwa atau gangguan jiwa (mental disorder)[6] dimana gangguan jiwa terdiri dari ketidakmampuan berfungsinya seseorang sebegitu jauh sehingga ia tak dapat mencapai pemuasan yang cukup memadai terhadap kebutuhan-kebutuhan jasmaniyah dan perasaannya bagi dirinya sendiri dan sebegitu jauh ia tak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan tingkah laku yang dituntut oleh masyarakat dimana ia hidup.
Jadi pengertian ini menunjukkan bahwa manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakatnya tidak mampu berfungsi baik dalam pemenuhan kebutuhan rohaniyah untuk kehidupan pribadinya sendiri dan juga untuk kebutuhan lingkungannya. Ketidakmampuan inilah yang menjadi sumber pokok dari apa yang disebut gangguan jiwanya.
C.    SEJARAH PSIKOPATOLOGI
Perkembangan penanganan gaangguan mental berkembang mulai dari zaman kuno (Yuhani) hingga zaman sekarang (modern). Terdapat perbedaan penanganan gangguan abnormalitas jiwa, karena perbedaan paradigma berpikir manusia dari zaman ke zaman[7]. Mari kita membahas sejarah psikopatologi berikut ini.
1.      Demonology Awal 
Demonology merupakan suatu doktrin yang menyebutkan bahwa perilaku abnormal seseorang disebabkan oleh pengaruh roh jahat atau kekuatan setan. Masyarakat saat itu meyakini bahwa kekuatan roh atau setan dapat merasuk ke dalam tubuh seseorang dan mengontrol pikiran serta tubuh orang tersebut. Demonology ditemukan dalam budaya Cina, Mesir dan Yunani. Para pemuka agama pada masa itu melakukan suatu upacara untuk mengeluarkan pengaruh roh jahat dari tubuh seseorang. Mereka menggunakan nyanyian mantra atau siksaan terhadap objek tertentu, bisa binatang atau manusia. Metode tersebut dinamakan exorcism
2.      Penjelasan fisiologis awal terhadap gangguan mental pada masa Roma dan Yunani Kuno. 
Abad 5 SM, Hippocrates (Bapak Kedokteran; penemu ilmu medis modern) memisahkan ilmu medis dari agama, magic dan takhyul. Ia menolak keyakinan yang berkembang pada masa Yunani itu bahwa Tuhan (dewa) mengirimkan penyakit fisik dan gangguan mental sebagai bentuk hukuman. Hippocrates menjelaskan tentang pentingnya otak dalam mempengaruhi pikiran, perilaku dan emosi manusia. Menurutnya, otak adalah pusat kesadaran, pusat intelektual dan emosi. Sehingga jika cara berpikir dan perilaku seseorang menyimpang atau terganggu berarti ada suatu masalah pada otaknya (otaknya terganggu). 
Selain Hippocrates, ada juga dokter dari Roma yang mencoba memberikan penjelasan naturalistik tentang gangguan psikotik. Mereka adalah Asclepiades dan Galen. Disamping itu, keduanya mendukung perlakuan yang lebih manusiawi dan perawatan di rumah sakit bagi para penderita gangguan mental.
3.      Jaman Kegelapan (The Dark Ages) dan kembalinya demonology 
Kematian Galen (130 – 200 M), sebagai dokter terakhir pada masa klasik Yunani menandai dimulainya Jaman Kegelapan bagi dunia medis dan bagi perawatan serta studi tentang perilaku abnormal. Setelah runtuhnya Roma dan Yunani, peradaban manusia mengalami kemunduran. Pada Jaman Pertengahan dan Renaissance (400 – 1500 M), kalangan gereja dan Kristen meluaskan pengaruhnya melalui dunia pendidikan dan misionaris agama menggantikan budaya klasik kala itu. Termasuk dalam hal menangani penderita gangguan mental. Saat itu gangguan mental kembali dihubungkan dengan pengaruh spiritual dan supranatural. 
Para pastur menangani penderita gangguan mental dengan berdoa atau menyentuhnya dengan menggunakan benda-benda yang dianggap keramat atau juga memberinya ramuan yang harus diminum pada saat fase bulan mulai mengecil. Sedangkan keluarga penderita percaya dan membawanya ke pastur karena takut dan mempunyai takhyul bahwa penderita terkena pengaruh setan. Penderita gangguan mental dianggap sebagai tukang sihir. Mereka dianggap bersekutu dengan setan dan menentang Tuhan. 
Sampai akhir Jaman Pertengahan, semua penderita gangguan mental dianggap sebagai tukang sihir. Dalam pengakuannya beberapa dari mereka mengaku mempunyai hubungan dengan setan, melakukan hubungan seksual dan sering berkumpul dengan kelompok roh atau setan. Hal itu dalam pandangan abnormal diinterpretasi mungkin para tukang sihir tersebut mengalami halusinasi atau delusi dan beberapa dari mereka didiagnosis mempunyai gangguan psikosis.
4.      Pembangunan Asylums selama Renaissance (Jaman Pencerahan) 
Pada abad 15 dan 16, di Eropa mulai dilakukan pemisahan dengan serius antara penderita gangguan mental dari kehidupan sosialnya. Disana dibangun suatu tempat penampungan yang disebut Asylums. Di asylums itu ditampung dan dirawat penderita gangguan mental dan para gelandangan. Mereka dibiarkan untuk tetap bekerja dan tidak diberi suatu aturan hidup yang jelas. 
5.      Gerakan Reformasi : the insane as sick 
Konsep baru tentang gangguan dan penyakit mental muncul dalam Revolusi Amerika dan Perancis sebagai bagian dari proses pencerahan (renaisans) bidang rasionalisme, humanisme dan demokrasi politik. Orang gila (insane) kemudian dianggap sebagai orang sakit. Tokoh di Eropa kemudian ikut menyuarakan hal itu. Misalnya Chiarugi di Italia dan Muller di Jerman menyuarakan tentang treatment rumah sakit yang lebih humanis. Tetapi perwujudan konsep baru dalam bidang ini dipelopori oleh Phillipe Pinel (1745 – 1826). 
Pinel kemudian memulai pekerjaannya dari asylums di Paris yang bernama La Bicetre. Pinel merupakan figur yang mempelopori gerakan treatment yang lebih humanis (manusiawi) terhadap penderita gangguan mental. Ia membebaskan pasien di La Bicetre dari ikatan rantai dan pasung kemudian memperlakukannya sebagai seorang yang sakit dan tidak diperlakukan seperti seekor hewan sebagaimana dilakukan di La Bicetre. 
D.    MACAM-MACAM PSIKOPATOLOGI
Menurut Atkinson terdapat enam criteria untuk menentukan kesehatan mental seseorang, yaitu : pertama, adanya persepsi yang realistic dan efisen dalam mereaksi atau mengevaluasi apa yang terjadi di dunia sekitarnya; kedua, mengenali diri sendiri, baik berkaitan dengan kesadaran atau motifnya; ketiga, kemampuan untuk mengendalikan perilaku secara sadar, seperti menahan perilaku impulsive dan agresif; keempat, memiliki harga diri dan dirinya dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya; kelima, kemampuan untuk membentuk ikatan kasih, seperti tidak menuntut berkelebihan pada orang lain dan dapat memuaskan orang lain bukan hanya memuaskan diri sendiri; keenam, ada jiwa yang antusias yang mendorong seseorang untuk mencapai produktivitas.[8]
Asumsi di atas dikenal dengan asumsi yang optimistic dan mengakui kekuatan jiwa manusia, namun sifatnya antroposentris yang hanya memfokuskan pada kekuatan manusia, tanpa mengkaitkan teorinya pada kehendak mutlak Tuhan. Dalam Islam meskipun menggunakan kerangka asumsi yang ketiga dalam membangun teori psikopatologi, namun Islam tidak melepaskan diri dari paradigma teosentris. Hakikat jiwa manusia bukan hanya sehat dan sadar, melainkan juga terbebas dari dosa asal, dosa waris, dan bertanggung jawab atas penebusannya.[9] Sebagai Dzat yang baik dan suci, Tuhan tidak memberikan jiwa manusia kecuali jiwa yang memiliki kecenderungan sehat, baik dan suci. Kesehatan jiwa manusia tidak sekedar alami dan fitri, melainkan telah diatur sedemikian rupa oleh sang Kholiq. Dari kerangka ini, kriteria neurosis dan psikosis dalam psikopatologi Islam bukan hanya disebabkan oleh gangguan saraf atau gangguan kejiwaan alamiah melainkan juga penyelewengan terhadap aturan-aturan Tuhan. Oleh karena itu, teori psikopatologi Islam di samping mendasarkan teorinya pada teori-teori psikologi barat, juga banyak memfokuskan diri pada perilaku spiritual dan religius.
Mujib membagi psikopatologi dalam dua katagori pokok[10], pertama, bersifat duniawi. Macam-macam psikopatologi dalam kategori ini berupa gejala-gejala atau penyakit kejiwaan yang telah dirumuskan dalam psikologi kontemporer; kedua, bersifat ukhrawi, berupa penyakit akibat penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai moral, spiritual dan agama. Maka berdasar pembagian katagori ini kita akan melihat psikopatologi dalam dua perspektif yakni aspek pengetahuan dan aspek agama.
1.      Psikopatologi yang bersifat duniawi
Jenis-jenis penyakit kejiwaan (mental disorders atau mental illness) menurut penyelidikan Freud[11] dipandang bersumber pada lapisan jiwa tak sadar (Das Es) yang disebut “kompleks terdesak”. Kompleks adalah nafsu atau emosi yang berlebih-lebihan untuk memperoleh atau menghindari objek. Kompleks terdesak atau tertekan berarti segala aspek nafsu/keinginan atau perasaan yang ditekan terus-menerus oleh kesadaran Aku (Das Ueber Ich), karena pemunculannya dianggap tidak sesuai dengan norma-norma hidup baik kultural, agama ataupun norma sosial, sehingga nafsu/emosi yang demikian tidak diberi kesempatan muncul ke ruang sadar manusia.
Akan tetapi kompleks terdesak tersebut meskipun dihambat dan ditekan oleh kesadaran “Akunya” pada waktu-waktu tertentu dapat muncul tanpa disadari dalam bentuk tingkah laku yang berbagai macam yaitu:[12]
a.       Perbuatan yang salah tanpa disadari, misalnya salah tulis, salah baca, salah ucap, salah letak, salah mengerjakan tugas. Kesemuanya itu merupakan bentuk pemunculan nafsu/emosi tertekan yang makin bertumpuk dalam jiwa tak sadar manusia yang mengandung latar belakang peristiwa masa lalu.
b.      Mimpi juga mempunyai arti khusus bagi manusia yang memiliki kompleks terdesak. Menurut Freud mimpi merupakan gambar/simbol dari keinginan yang terpendam dan tak terpenuhi, dan dengan melalui analisa mimpi orang dapat menemukan problema hidup orang lain: misalnya orang yang sangat menginginkan mempersunting gadis rupawan dari kalangan tinggi, padahal ia sendiri tergolong orang yang tidak sederajat/sekufu dengan status sosial-ekonomi keluarga gadis tersebut, maka nafsu keinginan tersebut mengendap ke dalam ruang lapisan jiwa tak sadar, masuk ke dalam kompleks terdesak yang muncul dan menyatakan diri dalam bentuk impian-impian di waktu tidur. Bentuk impiannya bisa perkawinan dengan gadis idamannya dengan upacara yang sangat indah atau pertemuan romantis di tempat yang indah.
c.       Penyakit syaraf, dimana masing-masing orang berbeda-beda intensitasnya, tergantung pada ketahanan dan keseimbangan mekanisme sistem syarafnya dalam menanggapi nafsu/ keinginan atau emosi yang bergejolak dalam dirinya. Makin lemah sistem syaraf seseorang, makin mudah memperoleh chance terhadap penyakit syaraf. Sedangkan sistem syaraf tersebut merupakan hal yang native (pembawaan).
Penyakit syaraf tersebut disebut Psychosis bilamana telah menjurus pada penyakit jiwa yang berat, sedangkan bila masih dalam taraf yang ringan disebut Psyconeurosis atau Neorosis.
Yang tergolong psychosis (penyakit jiwa berat) diantaranya:[13]
1)      Schizophrenia adalah penyakit jiwa yang diderita oleh orang yang terpecah kepribadiannya. Orang yang menderita penyakit ini seolah-olah mati jiwanya; tidak mampu menanggapi segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar; dirinya terpisah dari dunia nyata. Hidup jiwanya kosong dari norma-norma sosial dan kebudayaan. Menurut Kretchmer[14] gejala schizophrenia bisa juga terdapat pada orang normal meskipun gejalanya tampak samar dan akan tampak lebih jelas pada orang yang abnormal. Bagi orang normal gejala schizophrenia disamakan dengan temprament schizothyme. Adapun tanda-tanda orang bertemprament schizothyme tersebut ialah tidak suka bergaul; suka melamun dan dirinya penuh rahasia; selalu merasa tidak puas dengan keadaan dirinya; keras dan fanatik; selalu timbul perasaan konflik dengan keadaan sekitar dan sebagainya. Misalnya: Hitler, Calvijn, Stalin, Mao Tche Tung, Benitto Mussolini dan sebagainya. Arti kata schizothyme adalah jiwa yang terpecah.
2)      Manis-dipressif adalah orang yang jiwanya tidak stabil, kadang-kadang aktif dan kadang-kadang pasif. (depressif: tertekan). Bagi orang yang sehat disamakan dengan cyclothyme (jiwa yang utuh). Cyclothyme menampakkan gejala antara lain, dapat bergaul dengan rapat, berwatak gembira, terbuka hati kepada orang lain, mudah menyesuaikan diri dan suka berterus terang, tidak suka menyimpan rahasia, banyak ilmu tapi tidak mendalam dan sebagainya. Barangkali dapat disamakan dengan tipe orang yang extravert menurut C.G. Jung. Contoh orang yang demikian adalah Martin Luther, para organisator ulung, para realist dan sebagainya.
3)      Paranoid, yaitu penyakit jiwa yang menampakkan gejalanya antara lain merasa bahwa semua yang berada di lingkungan sekitarnya seolah-olah memusuhi dirinya.
Adapun macam-macam neurosis (penyakit jiwa ringan) yang dapat diterangkan sebagai berikut:[15]
1)      Psychasthenia yaitu suatu gangguan jiwa dimana gejala-gejalanya antara lain energinya lenyap meskipun kadang-kadang kekuatan jasmaniyahnya besar. Bentuk penyakit ini muncul dalam berbagai macam, yakni:
a)      Phobia; yaitu takut berbuat sesuatu tanpa alasan, misalnya: claustrophobia (takut ke kamar kecil), achlophobia (takut berada di keramaian), acrophobia (takut di tempat tinggi).
b)      Tak dapat mengontrol diri, misalnya: pyromania (terus menerus membakar sesuatu), dipsomania (terus menerus minum), obsessi (terus menerus terpaku memikirkan sesuatu objek), abulia (tak mampu melakukan pemilihan) dan sebagainya.
c)      Histeria, yaitu hilang tenaga dan semangat, misalnya: amnesia (ingatan hilang), anaesthesia (hilang perasaan), algesia (perasaan berlebih-lebihan), anorexia (lenyap nafsu makan), tremors (gemetaran), tics (gerakan badaniyah yang otomatis tak dapat dikendalikan), dan sebagainya.
2)      Neurasthenia, adalah penyakit syaraf yang tergolong masih dalam stadium permulaan, sehingga masih mungkin disembuhkan melalui counseling therapis. Jenis penyakit ini menampakkan gejala-gejala antara lain tenaga berkurang dan menjelma dalam  bentuk gangguan jiwa yang disebut insomania (susah tidur), kehilangan inisiatif, menjadi pemalas, mudah tersinggung perasaannya, merasa lelah terus-menerus, tidak dapat mengkonsentrasikan daya pikirnya, kecerdasannya makin mengurang, dan sebagainya.
Menurut Freud, sumber penyakit jiwa tersebut adalah terletak pada dorongan nafsu atau motive libido (nafsu birahi) yang ditekan ke bawah sadar.
2.      Psikopatologi yang bersifat ukhrawi
Yang dimaksud dengan psikopatologi yang bersifat ukhrawi dalam konteks ini adalah psikopatologi (gangguan mental) yang disebabkan oleh faktor-faktor spiritual dan agama.[16] Misalnya kecemasan dan keresahan yang terus menerus akibat perbuatan dosa dan maksiat, seperti keresahan orang-orang yang melahirkan anak dari hasil perzinaan. Psikopatologi yang merusak sistem kehidupan spiritualitas dan keagamaan seseorang oleh Al-Ghazali disebut dengan al-akhlaq al-khabitsah. Dalam Ihya’ Ulumuddin ia berkata:
اَلاَخْلاقُ اَلْخَبِيْثَةُأَمْرَاضُ اَلْقُلُوْبِ وَاَسْقَامُ اَلْنُفُوْسِ
”Akhlak yang buruk merupakan penyakit hati dan penyakit jiwa”[17]
 Ar-Razi juga menyatakan dalam al-Thibb al-Ruhaniyah[18] salah satu bentuk psikopatologi adalah perilaku (akhlak) tercela sedangkan psikoterapinya adalah perilaku yang terpuji. Akhlak tercela dianggap sebagai psikopatologi, sebab hal itu mengakibatkan dosa (al-itsm) baik dosa vertikal maupun dosa horizontal atau sosial. Dosa adalah kondisi emosi seseorang yang dirasa tidak tenang setelah ia melakukan suatu perbuatan (baik perbuatan lahirian atau batiniyah) dan merasa tidak enak jika perbuatannya itu diketahui oleh orang lain. Perbuatan dosa biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sebab jika diketahui oleh orang lain maka dapat menurunkan harga dirinya. Karena itu tidak mengherankan apabila pelaku dosa hidupnya selalu sedih, resah, bimbang, gelisah dan dihantui oleh perbuatan dosanya. Emosi negatif ini apabila terus menerus dialami oleh individu maka acapkali mendatangkan psikopatologi. Sabda Rasulullah saw. :
اَلاِْثْمُ مَا حَاكَ فِيْ صَدْ رِكَ وَكَرِهْتَ اَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسِ {رواه مسلم واحمد}
“Dosa adalah apa yang dapat membimbangkan hatimu dan engkau merasa benci apabila perbuatan itu diketahui oleh orang lain”. (HR. Muslim dan Ahmad)
Pada dasarnya psikopatologi (gangguan kepribadian) dalam Islam banyak sekali tokoh yang mencoba mengklasifikasikannya. Menurut Al-Qur’an dan Al-Sunnah, jenis psikopatologi dibagi menjadi tiga bagian utama. Pertama, gangguan kepribadian yang berhubungan dengan akidah atau dengan Tuhan, seperti menyekutukan Allah (syirik), mengingkari, berbuat dosa, bermuka dua, pamer, dan menuruti bisikan syetan. Kedua, gangguan kepribadian yang berhubungan dengan kemanusiaan seperti iri hati, dengki, buruk sangka, marah, benci, penakut, pelit, menipu, mengolok-olok, menyakiti, memfitnah, menceritakan keburukan orang lain, rakus, adu domba, putus asa, menganiaya, boros dan materialism. Ketiga, gangguan kepribadian yang berkaitan dengan pemanfaatan alam semesta sebagai realisasi tugas-tugas kekhilafan seperti membuat kerusakan.
Maka berdasarkan hal tersebut, Mujib membagi psikopatologi (gangguan mental) yang disebabkan oleh faktor-faktor spiritual dan agama menjadi enambelas bentuk, yaitu sebagai berikut:[19]
a.       Syirik; secara psikopatologis adalah kepercayaan, sikap dan perilaku mendua terhadap masalah yang fundamental dalam kehidupan manusia. Gejalanya penderita meyakini Allah sebagai tuhannya tapi amal perbuatannya diorientasikan bukan untuk-Nya melainkan untuk sesuatu yang sifatnya temporer dan nisbi seperti kepada roh halus. Penyakit syirik yang menyerang orang mukmin tergolong psikopatologi sebab pelakunya tidak mampu mengintegrasikan kepribadiannya dengan baik. Seseorang yang menghambakan diri pada sesuatu selain Allah berarti ia menerima perbudakan, membelenggu diri dan mengekang kebebasannya. Perilaku syirik ada yang teraktual dalam bentuk ucapan, pikiran dan perbuatan. Hampir semua bentuk psikopatologis dalam perspektif Islam bermuara pada syirik karena ia menjadi sumber penganiayaan (zhulm) diri yang berat (QS. Lukman: 13), sumber rasa takut (QS. Ali Imran: 151), sumber dari segala kesesatan dan dosa yang tak terampuni, padahal dosa merupakan sumber konflik batin (QS. An-Nisa’: 48, 116) tidak memilki peenolong dalam menyelesaikan sesuatu (QS. Al-Maidah: 72), seburuk-buruk makhluk (QS. Al-Bayyinah: 6), dimurkai dan dikutuk Tuhan (QS. Al- Fath: 6) semua aktifitas baiknya tidak dianggap (QS. Az-Zumar: 65).
b.      Kufur; mengingkari terhadap sesuatu yang sebenarnya. Apabila menjangkiti orang mukmin, seperti kufur nikmat, maka tergolong psikopatologi sebab pelakunya tidak tahu diri, tidak sadar diri, dan tidak tahu berterimakasih.
c.       Bermuka dua (nifaq). Nifaq adalah menampakkan sesuatu yang dipandang baik oleh orang lain, padahal di dalam hatinya tersembunyi keburukan, kebusukan dan kebobrokan. Apa yang ditampakkan tidak sama dengan qalbunya. Nifaq merupakan karakter orang munafik yang tergolong psikopatologi. Penderitanya tidak mampu menghadapi kenyataan yang sebenarnya, sehingga dia berdusta jika berbicara, ingkar jika berjanji dan khianat bila dipercaya.
d.      Riya’; yaitu melakukan suatu perbuatan karena pamrih, pamer atau cari muka pada orang lain. Seseorang yang melakukan riya’ berarti tidak mampu merealisasikan dirinya dengan baik. Riya’ termasuk psikopatologis karena pelakunya berbuat sesuatu hanya untuk mencari muka tanpa memperhitungkan produktifitas dan kualitas amaliahnya. Secara spiritual juga disebut penyakit sebab pelakunya telah menyalahi perjanjian ketuhanan di alam arwah, untuk beribadah kepada-Nya.
e.       Marah; gadab (marah) menunjukkan tingkat kelabilan kejiwaan seseorang karena ia tidak mampu mengendalikan amarahnya. Yang dimaksud di sini adalah ketika kemarahan berkobar tak terkendali maka kesadaran nurani terhalangi yang kemudian mendatangkan sakit hati yang berat.
f.        Lupa (gaflah atau nisyan); yang dimaksud di sini adalah kelupaan yang disengaja terhadap suatu keyakinan, nilai-nilai hidup yang mendasar dan pandangan hidupnya yang mengakibatkan segala tindakannya menjadi tidak teratur, merugikan dan dapat menjerumuskan ke dalam kehancuran. Seperti: lupa mengingat Allah karena dirinya dikuasai setan, melupakan ayat-ayat Allah setelah dirinya beriman dan lupa karena mengikuti hawa nafsu.
g.       Waswas (mengikuti bisikan setan) waswas merupakan bisikan halus dari setan yang mengajak seseorang untuk berbuat maksiat dan dosa yang dapat merusak citra diri dan harga dirinya. Mengikuti waswas sama artinya dengan melanggar fitrah asli manusia yang suci dan baik, sebab waswas berorentasi pada fitrah asal setan yang sesat. Karena itu mengikuti bisikan setan tergolong psikopatologi bagi manusia.
h.       Putus asa atau putus harapan; hilangnya gairah, semangat, sinergi dan motivasi hidup setelah seseorang tidak berhasil menggapai sesuatu. Putus asa dianggap psikopatologi karena ia menafikan potensi hakiki manusiawi, tidak percaya takdir Allah dan putus asa terhadap rahmat dan karunia-Nya.
i.         Rakus (thama’); rakus adalah penyakit jiwa yang selalu merasa kurang terhadap apa yang dimiliki meskipun apa yang dimiliki lebih dari cukup. Orang rakus dikatakan berpenyakit karena tak menguasai diri, bahkan kebebasan hidup karena dikendalikan hawa nafsunya.
j.        Ghurur (tertipu); percaya atau meyakini sesuatu yang tidak hakiki dan tidak substantif. Ghurur berjangkit pada jiwa manusia antara lain disebabkan oleh keingkaran kepada pertolongan Allah yang Maha Pemurah dan tipu daya kesenangan dunia yang sementara padahal kesenangan yang hakiki hanya milik Allah di akhirat kelak.
k.      Membanggakan diri (ujub) dan sombong (takabbur). Sombong dianggap penyakit sebab pelakunya tak menyadari akan kekurangannya dan memaksa diri memaksa harga diri yang tinggi. Hidupnya tak akan tenang karena ia tak akan rela orang lain memiliki kelebihan, sedang ia sendiri tak berusaha meningkatkan kualitas dirinya.
l.         Iri hati dan dengki; termasuk penyakit mental yang berat sebab pelakunya senantiasa menanggung beban psikologis yang kompleks seperti kebencian, amarah, buruk sangka, pelit dan menghinakan orang lain serta sempit dalam berpikir dan bertindak sehingga ia sulit mengaktualisasikan potensi positifnya dan akan terisolir dari lingkungannya.
m.     Menceritakan keburukan orang lain (ghibah) dan mengadu domba (namimah);  ghibah dianggap sebagai penyakit sebab penderitanya tidak sanggup mengadakan penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya. Ia sibuk menyebut keburukan orang lain, padahal dirinya memiliki keburukan yang tak jauh beda dengannya, bahkan mungkin lebih buruk lagi.
n.       Cinta dunia, pelit dan berlebih-lebihan atau menghambur-hamburkan harta. Cinta dunia maksudnya menjadikan dunia dan isinya sebagai tujuan akhir hidup dan bukan sebagai sarana hidup. Cinta semacam itu tergolong psikopatologi sebab penderitanya tidak sadar akan tujuan hidup yang hakiki. Ciri-ciri penyakit ini adalah penderitanya memiliki sikap dan perilaku materialisme, hedonisme dan egoisme.
o.      Memiliki keinginan yang tak mungkin terjadi (tamanni); dianggap psikopatologi sebab penderitanya tenggelam dalam dunia khayalan yang tidak realistik. Ia berkeinginan besar memiliki sesuatu namun tidak dibarengi dengan aktifitas nyata sehingga hidupnya tidak kreatif & produktif. Akibat dari gejala tamanni ini maka penderitanya tak segan-segan mengambil jalan pintas, seperti: memperdalam angan-angannya dengan mengkonsumsi zat adiktif, mencuri, merampok dan korupsi.
p.      Picik dan penakut (al-jubn). Picik atau penakut adalah sikap atau perilaku yang tidak berani menghadapi kenyataan yang sesungguhnya. Ciri-ciri penderitanya ialah, apabila ia dihadapkan pada suatu masalah, maka ia berpikir dampak negatifnya terlebih dahulu, tanpa sedikitpun mempertimbangkan tingkat kemaslahatannya. Karenanya ia tidak berani bertindak yang seharusnya ia lakukan. Kepicikan seseorang biasanya disebabkan oleh keimanan yang lemah, seperti sikap orang-orang munafik yang tak berani berperang di jalan Allah karena takut mati, tidak mengeluarkan zakat karena takut miskin dan sebagainya.
E.     CIRI-CIRI PSIKOPAT
Psikopat secara harfiah berarti sakit jiwa. Psikopat berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti penyakit. Pengidapnya juga sering disebut sebagai sosiopat karena perilakunya yang antisosial dan merugikan orang-orang terdekatnya. Psikopat tak sama dengan gila (skizofrenia/psikosis) karena seorang psikopat sadar sepenuhnya atas perbuatannya. Gejalanya sendiri sering disebut dengan psikopati, pengidapnya seringkali disebut orang gila tanpa gangguan mental. Menurut penelitian sekitar 1% dari total populasi dunia mengidap psikopati. Pengidap ini sulit dideteksi karena sebanyak 80% lebih banyak yang berkeliaran daripada yang mendekam di penjara atau di rumah sakit jiwa, pengidapnya juga sukar disembuhkan.[20]
Seorang ahli psikopati dunia yang menjadi guru besar di Universitas British Columbia, Vancouver, Kanada bernama Robert D. Hare telah melakukan penelitian psikopat sekitar 25 tahun. Ia berpendapat bahwa seorang psikopat selalu membuat kamuflase yang rumit, memutar balik fakta, menebar fitnah, dan kebohongan untuk mendapatkan kepuasan dan keuntungan dirinya sendiri. Dalam kasus kriminal, psikopat dikenali sebagai pembunuh, pemerkosa, dan koruptor. Namun, ini hanyalah 15-20 persen dari total psikopat. Selebihnya adalah pribadi yang berpenampilan sempurna, pandai bertutur kata, mempesona, mempunyai daya tarik luar biasa dan menyenangkan[21].
Psikopat memiliki 20 ciri-ciri umum. Namun ciri-ciri ini diharapkan tidak membuat orang-orang mudah mengecap seseorang psikopat karena diagnosis gejala ini membutuhkan pelatihan ketat dan hak menggunakan pedoman penilaian formal, lagipula dibutuhkan wawancara mendalam dan pengamatan-pengamatan lainnya. Mengecap seseorang dengan psikopat dengan sembarangan beresiko buruk, dan setidaknya membuat nama seseorang itu menjadi jelek. Adapun ciri-ciri psikopat secara umum adalah sebagai berikut:[22]
1.        Sering berbohong,fasih dan dangkal. Psikopat sering pandai melucu dan pintar bicara, secara khas berusaha tampil dengan pengetahuan di bidang sosiologi, psikiatri, kedokteran, psikologi, filsafat, puisi, sastra, dan lain-lain. Sering kali pandai mengarang cerita yang membuatnya positif, dan bila ketahuan berbohong mereka tak peduli dan akan menutupinya.
2.        Egosentris dan menganggap dirinya hebat.
3.        Tidak punya rasa sesal dan rasa bersalah. Meski kadang psikopat mengakui perbuatannya namun ia sangat meremehkan atau menyangkal akibat tindakannya dan tidak memiliki alasan untuk peduli.
4.        Senang melakukan pelanggaran dan bermasalah perilaku di masa kecil.
5.        Sikap acuh tak acuh terhadap masyarakat dan sikap antisosial di usia dewasa.
6.        Kurang empati. Bagi psikopat memotong kepala ayam dan memotong kepala orang, tidak ada bedanya.
7.        Psikopat juga teguh dalam bertindak agresif, menantang nyali dan perkelahian, jam tidur larut dan sering keluar rumah.
8.        Impulsif dan sulit mengendalikan diri. Untuk psikopat tidak ada waktu untuk menimbang baik-buruknya tindakan yang akan mereka lakukan dan mereka tidak peduli pada apa yang telah diperbuatnya atau memikirkan tentang masa depan. Pengidap juga mudah terpicu amarahnya akan hal-hal kecil, mudah bereaksi terhadap kekecewaan, kegagalan, kritik, dan mudah menyerang orang hanya karena hal sepele.
9.        Tidak mampu bertanggung jawab dan melakukan hal-hal demi kesenangan belaka.
10.    Manipulatif dan curang. Psikopat juga sering menunjukkan emosi dramatis walaupun sebenarnya mereka tidak sungguh-sungguh. Mereka juga tidak memiliki respon fisiologis yang secara normal diasosiasikan dengan rasa takut seperti tangan berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, tegang, gemetar -- bagi psikopat hal ini tidak berlaku. Karena itu psikopat seringkali disebut dengan istilah "dingin".
11.    Hidup sebagai parasit karena memanfaatkan orang lain untuk kesenangan dan kepuasan dirinya.
12.    Sering pusing dan mual mual setiap 1 jam sekali akibat kebanyakan mengkonsumsi daging mentah.
13.    Mata sering berkunang kunang ketika selesai mengeksekusi korbannya.
14.    Orang yang mengidap Typonisme juga bisa dikategorikan sebagai Psikopat.
F.     IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
Dengan memperhatikan tentang gejala penyakit kejiwaan sebagaimana telah dibahas di muka, yang mungkin saja menimpa anak didik kita, maka kita sebagai pendidik harus mengantisipasinya dengan langkah-langkah berikut:
1.      Memperhatikan dengan seksama kelainan-kelainan yang diderita anak didik baik di dalam kelas, saat bergaul dan saat merespons setiap tugas-tugas yang diberikan.
2.      Mengidentifikasi segenap kelainan-kelainan yang ada
3.      Mengadakan pendekatan pada penderita, memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencurahkan segenap keluhan dengan bebas agar kita bisa mengungkap masalah yang dialaminya dengan tepat.
4.      Berusaha memberikan sugesti, motivasi dan bimbingan yang dapat meneguhkan keimanan dan keyakinannya kepada Allah dengan nilai-nilai agama; bahwa masalah dan problema hidup yang diderita bukanlah masalah serius dan dapat diatasi.
5.      Tunjukkan kepada penderita sumber apa yang menjadi masalahnya, bagaimana hubungan satu problema dengan problema yang lain yang merupakan rangkaian sebab akibat, dan tunjukkanlah pemecahan praktis terhadap problema itu.
6.      Bilamana benar-benar diyakini bahwa gangguan mental padanya tidak mungkin dapat disembuhkan dengan segala bimbingan konseling yang ada, maka segeralah penderita dianjurkan untuk berkonsultasi dengan psikiater (dokter jiwa) agar mendapat tindakan yang tepat.
7.      Jalin kerjasama dengan orangtua anak didik, agar mereka juga menaruh perhatian dan dapat memberi perlakuan yang tepat dan positif demi kesuksesan pendidikan anak-anaknya,
G.    KESIMPULAN
Dari pembahasan psikopatologi di atas, maka pada akhirnya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1.      Psikopatologi adalah istilah yang mengacu pada baik studi tentang penyakit mental atau tekanan mental atau manifestasi perilaku dan pengalaman yang mungkin menunjukkan penyakit mental atau gangguan psikologis.
2.      Dalam sejarah perkembangannya psikopatologi sebagai sebuah studi tentang penyakit mental mengalami beberapa fase perkembangan; dari fase awal yang cenderung bersifat primitif dan bercampur dengan keyakinan mistik dan takhayul sampai ke tahap pengetahuan yang bersifat sistematis dan modern.
3.      Secara garis besar, psikopatologi dapat dibagi ke dalam dua katagori: pertama, psikopatologi yang bersifat duniawi dengan menggunakan pendekatan yang telah dirumuskan psikopatologi kontemporer yang memandang bahwa penyebab segala penyakit jiwa adalah dorongan nafsu atau motive libido (nafsu birahi) yang ditekan ke bawah sadar; dan kedua, psikopatologi yang bersifat ukhrawi dengan menggunakan pendekatan nilai-nilai moral spiritual dan agama dimana psikopatologi ukhrawi memandang bahwa penyebab segala penyakit jiwa adalah dosa.
4.      Bahwa pengetahuan psikopatologi yang mendalam dapat menjadi bekal yang positif bagi kita sebagai pendidik dan orangtua untuk mendukung kesuksesan pendidikan yang lebih baik.














DAFTAR PUSTAKA

Al-Faruqi, Ismail Raji, Tauhid, terj. Rahmami Astuti, Bandung : Pustaka,1988
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad, Ihya Ulum al-Din, Beirut: Dar al-Fikr, 1991
Al-Razi, Abu Bakar Muhammad ibn Zakariya, Pengobatan Rohani terjemah Nasrullah & Dedi Muh. Hilman, judul asli “al-Thibb al-Ruhaniyah”, Bandung: Mizan, 1995
Arifin , H.M., Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Di Sekolah dan Di Luar Sekolah), Jakarta: Bulan Bintang, 1979
Atkinson, Rita L. dkk.,Pengantar Psikologi, terj. Widjaja Kusuma, judul asli “Introduction to Psychology”, Batam : Interaksara, tt.
Badri, Malik B., Dilema Psikolog Muslim, Jakarta: Gune Aksara, 1989
Chaplin, J.P., Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, judul asli “Dictionary of Psychology”,Jakarta:Rajawali Pers,1999
Dadang Gusyana & Irna Safira Inayah, “Ciri-ciri Seorang Psikopat”, dalam http://unic77.info/ciri-ciri-seorang-psikopat.html (11 Juni 2012)
Freud, Sigmund, A General Introduction to Psycoanalysis, New York: Garden City Book, 1952
Jung, Carl Gustav, Modern man in Search of a Soul, New York: Harcourt Brace & World Inc., 1963
Majalah Gatra, Orang Gila Tanpa Gangguan Mental, dalam Laporan Utama (Edisi Februari 2006)
---------------------, Bagaimana Menghadapi Psikopat (Edisi Februari 2006)
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islami, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002
Theron, Alexander, Psychotherapy in Our Society, New Jersey: Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs, 1963
-------------------, 10 Ciri Pria Psikopat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002
Zainedin Zaidan, “10 Ciri Pria Psikopat”, dalam http://www.psychologymania.com/2011/09/sejarah-psikopatologi-psikologi.html (19 April 2012)



[1] H.M. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama  Di Sekolah dan Di Luar Sekolah (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 77.
[2] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islami  (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 164
[3] Malik B. Badri, Dilema Psikolog Muslim (Jakarta: Gune Aksara, 1989), 14
[4] J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. Kartini Kartono, judul asli “Dictionary of Psychology” (Jakarta:Rajawali Pers,1999), 405
[5] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islami, , 164
[6] Alexander Theron, Psychotherapy in Our Society (New Jersey: Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs, 1963), 10
[7]Zainedin Zaidan, “10 Ciri Pria Psikopat”, dalam http://www.psychologymania.com/2011/09/sejarah-psikopatologi-psikologi.html (19 April 2012).

[8] Rita L. Atkinson, dkk.,Pengantar Psikologi, terj. Widjaja Kusuma, judul asli “Introduction to Psychology”( Batam : Interaksara, jilid II, tt.,),  404-406.
[9] Ismail Raji al-Faruqi, Tauhid, terj. Rahmami Astuti (Bandung : Pustaka,1988), 68.
[10] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islami, 167
[11] Sigmund Freud, A General Introduction to Psycoanalysis (New York: Garden City Book, 1952), 217-153.
[12] Ibid., 218
[13] Carl Gustav Jung, Modern man in Search of a Soul (New York: Harcourt Brace & World Inc., 1963), 34.
[14] H.M. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama , 81.
[15] Ibid., 78.
[16] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islami, 174.
[17] Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Fikr, Juz III , 1991), 53.
[18] Abu Bakar Muhammad ibn Zakariya al-Razi, Pengobatan Rohani terjemah Nasrullah & Dedi Muh. Hilman, judul asli “al-Thibb al-Ruhaniyah”  (Bandung: Mizan, 1995), 13.
[19] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islami, 180-205
[20] Majalah Gatra, Orang Gila Tanpa Gangguan Mental, dalam Laporan Utama (Edisi Februari 2006), 21.
[21] Majalah Gatra, Bagaimana Menghadapi Psikopat (Edisi Februari 2006), 22.
[22] Dadang Gusyana & Irna Safira Inayah, “Ciri-ciri Seorang Psikopat”, dalam http://unic77.info/ciri-ciri-seorang-psikopat.html  (11 Juni 2012).