Pak Yazid Sedang Uji Coba

Jumat, 01 Juni 2012

TERNYATA PEREMPUAN TERCIPTA BUKAN DARI TULANG RUSUK LELAKI



Oleh : Yazid Zain



A.    LIKA-LIKU PEREMPUAN DALAM LINTAS PERADABAN
Sejarah menginformasikan bahwa sebelum turunnya Alqur’an terdapat sekian banyak peradaban besar, seperti Yunani, Romawi, India dan Cina. Dunia juga mengenal agama-agama seperti Yahudi, Nasrani, Budha, Zoroaster dan sebagainya. Pada periode ini kedudukan perempuan sangat memprihatinkan, baik di Jazirah Arab maupun di wilayah-wilayah lain di seluruh belahan dunia. Mereka hampir tidak memiliki hak untuk hidup dengan layak. Bahkan perempuan tidak lebih dipandang sebagai makhluk pembawa sial dan memalukan serta tidak mempunyai hak untuk diposisikan di tempat yang terhormat di masyarakat. Praktek yang inhuman ini tercatat berlangsung lama dalam sejarah peradaban masyarakat terdahulu.
Masyarakat Yunani yang terkenal dengan pemikiran-pemikiran filsafatnya, tidak banyak membicarakan hak dan kewajiban perempuan. Di kalangan elite mereka, perempuan-perempuan ditempatkan (disekap) dalam istana-istana. Di kalangan bawah nasib perempuan sangat menyedihkan. Mereka diperjual-belikan, sedangkan yang berumah tangga sepenuhnya berada di bawah kekuasaan suaminya. Mereka tidak memiliki hak-hak sipil, bahkan hak waris pun tidak ada. Pada puncak peradaban Yunani, perempuan diberi kebebasan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan dan selera lelaki. Hubungan seksual yang bebas tidak dianggap melanggar kesopanan, tempat-tempat pelacuran menjadi pusat-pusat kegiatan politik dan sastra/seni. Patung-patung telanjang yang terlihat di Negara-negara Barat adalah bukti atau sisa pandangan itu. Dalam pandangan mereka, dewa-dewa melakukan hubungan gelap dengan rakyat bawahan, dan dari hubungan gelap itu lahirlah “Dewi Cinta” yang terkenal dalam peradaban Yunani.
Dalam hukum Romawi, perempuan diperlakukan seperti anak kecil atau orang gila. Perempuan sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya. Setelah kawin, kekuasaan tersebut pindah ke tangan sang suami.  Mereka tidak memiliki hak milik dan dianggap hanya sebagai sosok tanpa pribadi. Seorang kepala keluarga boleh menjual siapa pun yang dikehendakinya dari sekian banyak perempuan yang berada di bawah tanggungannya. Ia berkuasa atas perempuan-perempuan itu sejak lahir hingga mereka meninggal dunia. Ia berhak menjual, mengusir, menyiksa atau bahkan membunuh mereka. Segala hasil usaha perempuan menjadi hak milik keluarganya yang laki-laki. Keadaan tersebut berlangsung terus sampai abad ke – 6 Masehi.
Peradaban Hindu dan Cina tidak lebih baik dari peradaban-peradaban Yunani dan Romawi. Hak hidup seorang perempuan yang bersuami harus berakhir pada saat kematian suaminya; isteri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar. Ini baru berakhir pada abad ke-17 Masehi. Perempuan pada masyarakat Hindu ketika itu sering dijadikan sesajen bagi apa yang mereka namakan dewa-dewa. Sebagai tanda kesetiaan jika suaminya meninggal, hidup seorang isteri harus berakhir di kobaran api unggun pembakaran bersama-sama dengan mayat suaminya. Ritual sadis ini dikenal dengan upacara Suttee di India. Petuah sejarah kuno mereka mengatakan bahwa “Racun, ular dan api tidak lebih jahat daripada perempuan”. Menurut hukum Cina, perempuan sama sekali tidak berharga. Perempuan hanya boleh bekerja di bidang-bidang yang dianggap rendah dan hina. Petuah Cina kuno mengajarkan, “Anda boleh mendengar pembicaraan perempuan tetapi sama sekali jangan mempercayainya. Agar seorang perempuan dapat dikatakan cantik dan beradab menurut adat setempat, sejak kanak-kanak kedua kakinya diikat erat-erat, dimasukkan dalam sepatu yang sangat kecil. Semakin kecil ukuran kaki seorang perempuan maka dia akan semakin cantik dan terhormat. Tentu saja, tradisi bodoh ini sangat menyiksa kaum perempuan sepanjang hidupnya.
Dalam ajaran Yahudi, martabat perempuan sama dengan pembantu. Ayah berhak menjual anak perempuan kalau ia tidak mempunyai saudara laki-laki. Jika perempuan sedang menstruasi (haidh) mereka harus dikucilkan jauh dari orang-orang dalam sebuah gubug terpencil, mengenakan pakaian khusus dan semua barang-barang yang disentuhnya dianggap najis. Di samping itu mereka harus mengenakan cadar untuk menghindari bertemu atau bertatapan langsung dengan kaum lelaki karena tatapan wanita yang sedang haidh adalah tatapan mata Iblis. Ajaran mereka menganggap perempuan sebagai sumber laknat karena dialah yang menyebabkan Adam terusir dari surga. Dalam pandangan sementara pemuka/pengamat Nasrani ditemukan bahwa perempuan adalah senjata Iblis untuk menyesatkan manusia. Pada abad ke - 5 Masehi diselenggarakan suatu konsili yang memperbincangkan apakah perempuan mempunyai ruh atau tidak. Akhirnya terdapat kesimpulan bahwa perempuan tidak mempunyai ruh yang suci. Bahkan pada abad ke - 6 Masehi diselenggarakan suatu pertemuan untuk membahas apakah perempuan manusia atau bukan manusia. Dari pembahasan itu disimpulkan bahwa perempuan adalah manusia yang diciptakan semata-mata untuk melayani laki-laki. Dalam tradisi Arab jahiliyah, mempunyai anak perempuan dianggap aib yang besar dan mencoreng kehormatan keluarga. Perempuan dianggap tidak bisa berperang membela keluarga, suku/kabilahnya dan tidak bisa meneruskan kejayaan serta mudah ditangkap dalam peperangan. Karena anggapan ini, muncullah tradisi menguburkan bayi perempuan hidup-hidup beberapa saat setelah dilahirkan.
Sepanjang abad pertengahan, nasib perempuan sangat memprihatinkan, bahkan sampai tahun 1805 perundang-undangan Inggris mengakui hak suami untuk menjual istrinya, dan sampai 1882 perempuan Inggris belum lagi memiliki hak kepemilikan harta benda secara penuh dan hak menuntut ke pengadilan. Ketika Elizabeth Blackwill yang merupakan dokter perempuan pertama di dunia menyelesaikan studinya di Geneve University pada tahun 1849, teman-temannya yang bertempat tinggal dengannya memboikotnya dengan dalih bahwa perempuan tidak wajar memperoleh pelajaran. Bahkan ketika sementara dokter bermaksud untuk mendirikan Institut Kedokteran untuk perempuan di Philadelpia, Amerika Serikat, Ikatan Dokter setempat mengancam untuk memboikot semua dokter yang bersedia mengajar di sana. Di Eropa hingga tahun 1942, perempuan tidak boleh mengelola sendiri barang-barang miliknya. Hanya suami yang berhak untuk mengelola dan bertanggungjawab atas apapun yang dimiliki oleh istrinya.

B.     BENARKAH PEREMPUAN DARI TULANG RUSUK LAKI-LAKI?
Berbicara mengenai kedudukan perempuan, mengantarkan kita agar terlebih dahulu mendudukkan pandangan Al-Qur’an tentang asal kejadian perempuan. Dalam hal ini, salah satu ayat yang dapat diangkat adalah firman Allah dalam surat Al-Hujurat (49) ayat 13 :
  
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Ayat ini berbicara tentang kejadian manusia – dan seorang lelaki dan perempuan – sekaligus berbicara tentang kemuliaan manusia – baik lelaki maupun perempuan – yang dasar kemuliaannya bukan keturunan, suku, atau jenis kelamin, tetapi ketakwaan kepada Allah swt. Memang, secara tegas dapat dikatakan bahwa kedudukan perempuan dalam pandangan Al-Qur’an mempunyai kedudukan yang terhormat.
Al-Qur’an menolak pandangan-pandangan yang membedakan (lelaki dan perempuan) dengan menegaskan bahwa keduanya berasal dari satu jenis yang sama dan bahwa dari keduanya secara bersama-sama Tuhan mengembangbiakkan keturunannya baik yang lelaki maupun yang perempuan.  Dalam Al-Qur’an, tidak dikemukakan kepada kita bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, tetapi umat manusia diberitahu bahwa Allah telah menciptakan mereka semua dari “satu jiwa” dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan bahwa melalui keduanya “Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak”. Sebagaimana Q.S. An-Nisa’ (4) ayat 1 :
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.

Ayat tersebut mengisyaratkan asal usul kejadian kejadian perempuan. Dalam Al-Qur’an tidak dijumpai ayat-ayat yang secara rinci menceritakan asal-usul kejadian perempuan. Kata Hawa yang selama ini dipersepsikan sebagai perempuan yang menjadi isteri Adam sama sekali tidak pernah ditemukan dalam Al-Qur’an, bahkan keberadaan Adam sebagai manusia pertama dan berjenis kelamin laki-laki masih dipermasalahkan. Akan tetapi maksud ayat ini masih terbuka peluang untuk didiskusikan, karena ayat tersebut menggunakan kata-kata bersayap. Para mufassir juga masih berbeda pendapat, siapa sebenarnya yang dimaksud “diri yang satu” (nafs al-wahidah), siapa yang ditunjuk pada kata ganti (dhamir) “daripadanya” (minha), dan apa yang dimaksud “pasangan”(zawj) pada ayat tersebut?
Kitab-kitab tafsir mu’tabar dari kalangan jumhur seperti Tafsir Al-Qurthubi, Tafsir Al-Mizan, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Bahr Al-Muhith, Tafsir Ruh Al-Bayan, Tafsir Al-Kasysyaf, Tafsir Al-Sa’ud, Tafsir Jami Al-Bayan dan Tafsir Al-Maraghi, semuanya menafsirkan kata nafs al-wahidah dengan Adam, dan dhamir minha ditafsirkan dengan “dari bagian tubuh Adam”,dan kata zawj ditafsirkan dengan Hawa, isteri Adam. Ulama lain seperti Abu Muslim Al-Isfahani, sebagaimana dikutip oleh Ar-Razi dalam tafsirnya (Tafsir Ar-Razi) mengatakan bahwa dhamir “ha” pada kata minha bukan dari bagian tubuh Adam tetapi “dari jins (gen), unsur pembentuk Adam”.
Benar bahwa ada suatu hadits Nabi yang dinilai shahih atau (dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya) yang berbunyi: “Saling pesan memesanlah untuk  berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. (HR. Bukhari,Muslim dan Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah). Benar ada hadits yang berbunyi demikian dan yang dipahami secara keliru bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam, yang kemudian mengesankan kerendahan derajat kemanusiaannya dibandingkan dengan lelaki. Namun, cukup banyak ulama yang telah menjelaskan makna sesungguhnya dari hadits tersebut.
Dalam Injil, Adam – lah yang pertama kali mendefinisikan jenis kelamin Hawa sebagai ‘wanita’ (2:23) lalu memberinya nama Hawa setelah ia menyebabkan kehancuran (3:20). Hawa ditakdirkan untuk berhasrat kepada Adam dan membuat Adam berkuasa atas dirinya. Muhammad Rasyid Ridha, dalam tafsir Al-Manar, menulis: “Seandainya tidak tercantum kisah kejadian Adam dan Hawa dalam Kitab Perjanjian Lama (Kejadian 11;21) dengan redaksi yang mengarah kepada pemahaman di atas, niscaya pendapat yang keliru itu tidak pernah akan terlintas dalam benak seorang muslim. Tulang rusuk yang bengkok harus dipahami dalam pengertian majazi (kiasan), dalam arti bahwa hadits tersebut memperingatkan para lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana. Karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak sama dengan lelaki, hal mana bila tidak disadari akan dapat mengantar kaum lelaki untuk bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan mampu mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan. Kalaupun mereka berusaha akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok. Memahami hadits di atas seperti yang telah dikemukakan, justru mengakui kepribadian perempuan yang telah menjadi kodrat (bawaannya) sejak lahir. Dalam Q.S. Al-Isra’ (17) ayat 70 ditegaskan bahwa:
Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

Tentu kalimat anak-anak Adam mencakup lelaki dan perempuan, demikian pula penghormatan Tuhan yang diberikan-Nya itu, mencakup anak-anak Adam seluruhnya, baik perempuan maupun lelaki. Pemahaman ini dipertegas oleh Q.S. Ali ‘Imran (3) ayat 195 yang menyatakan : Sebagian kamu adalah bagian dari sebagian yang lain, dalam arti bahwa “sebagian kamu (hai umat manusia yakni lelaki) berasal dari pertemuan ovum perempuan dan sperma lelaki dan sebagian yang lain (yakni perempuan) demikian juga”. Sebagaimana ayat:…(karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. (Q.S. Ali ‘Imran (3): 195)
Pandangan masyarakat yang mengantar kepada perbedaan antara lelaki dan perempuan dikikis oleh Al-Qur’an. Karena itu dikecamnya mereka yang bergembira dengan kelahiran seorang anak lelaki tetapi bersedih bila memperoleh anak perempuan, sebagaimana Q.S. An-Nahl (16): 58 – 59 :
58. Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.
59. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.

Ayat ini dan semacamnya diturunkan dalam rangka usaha Al-Qur’an untuk mengikis habis segala macam pandangan yang membedakan lelaki dan perempuan, khususnya dalam bidang kemanusiaan.
Demikian terlihat bahwa Al-Qur’an mendudukkan perempuan pada tempat yang sewajarnya serta meluruskan segala pandangan yang salah dan keliru yang berkaitan dengan kedudukan dan asal kejadiannya.

                                                                (Penulis adalah Penyuluh Agama Islam Kec. Kraksaan)



0 komentar:

Posting Komentar